Keberadaan komunitas kaum Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT) di Surabaya memprihatinkan. Pendiri "KAWAN PELANGI", sebuah ormas yang menangani pasien kaum marginal di Surabaya, Mila Machmudah Djamhari, mengatakan kerap menemukan kasus pasien HIV/ AIDS yang merupakan pasien penderita LGBT terlantar.
Mila Machmudah Djamhari, mengenang kejadian pada bulan April 2015 lalu. Ketika itu, dua korban HIV/AIDS yang wafat di RSUD Dr Sutomo. Salah satunya adalah seorang waria, sedang yang lainnya seorang Gay.
"Mereka sudah dua hari meninggal, tapi tidak ada respons apapun dari pihak keluarga almarhum dan dari teman-teman mereka", ungkap Mila saat berbincang-bincang.
Untuk pasien waria, demikian kata Mila, memang sudah tidak ada keluarga yang mendampingi. Sementara itu, pasien gay ditolak pihak keluarga mereka. Akhirnya pihak Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Surabaya pun mengontak Mila untuk meminta solusi atas kedua jenazah tersebut.
Menurut Mila, berdasarkan prosedur dari RSUD Dr Sutomo, jenazah tanpa penanggung jawab akan dikumpulkan hingga sepuluh orang. Setelah itu, jenazah tersebut akan dikuburkan tanpa mendapat penanganan sesuai dengan agama yang di anutnya. Kendala tidak adanya keluarga yang menerima jenazah tersebut pun membuat jenazah itu dalam kondisi dan status telantar.
Tak kehilangan akal, Mila lantas mengontak seorang aktivis organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam Abu Taqi Machiky Mayestino Triono Soendoro. Dia meminta saran kepada Abu Taqi apakah ada lembaga Islam yang bersedia menangani jenazah penderita HIV/AIDS tersebut.
"Kemudian, dikonfirmasi kepada saudara di STAI Ali bin Abi Tholib. Dari beliau-beliau itulah direkomendasikan ke saudara Ustadz Hilmi Basyrewan dari Yayasan Dakwah Bil Hal," kata Mila.
Sebelum meminta kepada sang ustadz untuk menangani dua jenazah tersebut, Mila mengaku menjelaskan kepada Ustadz Hilmi bahwa dua jenazah tersebut mengidap penyakit HIV/AIDS dan memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Kemudian, kata Mila, ustadz itu hanya menjawab. "Asal dia seorang Muslim, itu ladang amal bagi kami," kata Ustaz Hilmi seperti ditirukan oleh Mila.
Jenazah waria pun kemudian dimandikan dan dishalatkan pada sore hari oleh Ustaz Hilmi. Jenazah itu lalu diantar dengan ambulans milik Dinkes Pemkot Surabaya ke pemakaman. Untuk jenazah gay, kata Mila, pihak dinkes melakukan pendekatan kepada keluarganya agar bisa menerima kondisi jenazah putra mereka. "Akhirnya, keluarga dan masyarakat pun menerima untuk memakamkannya di pemakaman kampung," ujarnya.
Kata Mila, tak ada satu pun ormas pro-LGBT yang melakukan pendampingan terhadap para pasien HIV/AIDS yang LGBT di rumah sakit tersebut. "Mereka kan hanya menggerakkan gaya hidup. Pada saat mereka sakit, coba saja di RSUD Dr Soetomo tidak kelihatan batang hidungnya. Baru ketika ada proyek ditangani," katanya.
Dia lebih jauh menjelaskan, hanya ormas waria yang menunjukkan kepedulian. Hanya saja, dia mengungkapkan, mereka terkendala dengan dana dan jaringan. Karena itu, mereka pun bergandengan dengan Kawan Pelangi untuk mendampingi para pasien korban HIV/AIDS. Baca juga: Ternyata Kematian Mirna Salihin Akibat Korban LGBT
Mila mengatakan, meski tidak setuju dengan prilaku LGBT, karena bertentangan dengan ajaran agama, dia memiliki banyak teman LGBT, dari homoseksual hingga waria. Kebanyakan mereka aktif di organisasi Kawan Pelangi bentukannya. Hanya, Mila mengaku kerap berusaha untuk menunjukkan kepada mereka untuk kembali pada fitrahnya masing-masing.
***
Mila Machmudah Djamhari, mengenang kejadian pada bulan April 2015 lalu. Ketika itu, dua korban HIV/AIDS yang wafat di RSUD Dr Sutomo. Salah satunya adalah seorang waria, sedang yang lainnya seorang Gay.
"Mereka sudah dua hari meninggal, tapi tidak ada respons apapun dari pihak keluarga almarhum dan dari teman-teman mereka", ungkap Mila saat berbincang-bincang.
Untuk pasien waria, demikian kata Mila, memang sudah tidak ada keluarga yang mendampingi. Sementara itu, pasien gay ditolak pihak keluarga mereka. Akhirnya pihak Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Surabaya pun mengontak Mila untuk meminta solusi atas kedua jenazah tersebut.
Menurut Mila, berdasarkan prosedur dari RSUD Dr Sutomo, jenazah tanpa penanggung jawab akan dikumpulkan hingga sepuluh orang. Setelah itu, jenazah tersebut akan dikuburkan tanpa mendapat penanganan sesuai dengan agama yang di anutnya. Kendala tidak adanya keluarga yang menerima jenazah tersebut pun membuat jenazah itu dalam kondisi dan status telantar.
Tak kehilangan akal, Mila lantas mengontak seorang aktivis organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam Abu Taqi Machiky Mayestino Triono Soendoro. Dia meminta saran kepada Abu Taqi apakah ada lembaga Islam yang bersedia menangani jenazah penderita HIV/AIDS tersebut.
"Kemudian, dikonfirmasi kepada saudara di STAI Ali bin Abi Tholib. Dari beliau-beliau itulah direkomendasikan ke saudara Ustadz Hilmi Basyrewan dari Yayasan Dakwah Bil Hal," kata Mila.
Sebelum meminta kepada sang ustadz untuk menangani dua jenazah tersebut, Mila mengaku menjelaskan kepada Ustadz Hilmi bahwa dua jenazah tersebut mengidap penyakit HIV/AIDS dan memiliki perilaku seksual yang menyimpang. Kemudian, kata Mila, ustadz itu hanya menjawab. "Asal dia seorang Muslim, itu ladang amal bagi kami," kata Ustaz Hilmi seperti ditirukan oleh Mila.
Jenazah waria pun kemudian dimandikan dan dishalatkan pada sore hari oleh Ustaz Hilmi. Jenazah itu lalu diantar dengan ambulans milik Dinkes Pemkot Surabaya ke pemakaman. Untuk jenazah gay, kata Mila, pihak dinkes melakukan pendekatan kepada keluarganya agar bisa menerima kondisi jenazah putra mereka. "Akhirnya, keluarga dan masyarakat pun menerima untuk memakamkannya di pemakaman kampung," ujarnya.
Kata Mila, tak ada satu pun ormas pro-LGBT yang melakukan pendampingan terhadap para pasien HIV/AIDS yang LGBT di rumah sakit tersebut. "Mereka kan hanya menggerakkan gaya hidup. Pada saat mereka sakit, coba saja di RSUD Dr Soetomo tidak kelihatan batang hidungnya. Baru ketika ada proyek ditangani," katanya.
Dia lebih jauh menjelaskan, hanya ormas waria yang menunjukkan kepedulian. Hanya saja, dia mengungkapkan, mereka terkendala dengan dana dan jaringan. Karena itu, mereka pun bergandengan dengan Kawan Pelangi untuk mendampingi para pasien korban HIV/AIDS. Baca juga: Ternyata Kematian Mirna Salihin Akibat Korban LGBT
Mila mengatakan, meski tidak setuju dengan prilaku LGBT, karena bertentangan dengan ajaran agama, dia memiliki banyak teman LGBT, dari homoseksual hingga waria. Kebanyakan mereka aktif di organisasi Kawan Pelangi bentukannya. Hanya, Mila mengaku kerap berusaha untuk menunjukkan kepada mereka untuk kembali pada fitrahnya masing-masing.
***