2 Penyakit Perusak Pahala Sedekah

Sedekah adalah salah satu amalan baik dan kita akan mendapatkan kebaikan. Tetapi terdapat dua penyakit perusak pahala sedekah.
Sedekah adalah salah satu amalan baik dan kita akan mendapatkan kebaikan. Tetapi terdapat dua penyakit perusak pahala sedekah. Kita harus mengetahui dua penyakit ini agar dapat menghindarinya. 

Pastinya kita tidak ingin jika kebaikan yang kita lakukan akan rusak pahalanya karena dua penyakit ini. Sedekah adalah salah satu kebaikan yang berkaitan dengan sosial. Dengan melakukan sedekah, berarti kita telah membantu seseorang, baik dalam hal materi ataupun jasa. 

Sedekah yang paling kecil adalah senyum. Tapi, kita juga bisa bersedekah dengan harta, jasa ataupun lainnya. Asalkan kita melakukannya dengan ikhlas, maka Allah akan memberikan pahala yang sesuai dengan amalan baik kita. 

Sedekah adalah salah satu kebaikan yang berkaitan dengan sosial. Dengan melakukan sedekah, berarti kita telah membantu seseorang, baik dalam hal materi ataupun jasa. Sedekah yang paling kecil adalah senyum. 

Tapi, kita juga bisa bersedekah dengan harta kita, jasa kita, ataupun lainnya. Asalkan kita melakukannya dengan ikhlas, maka Allah akan memberikan pahala yang sesuai dengan amalan baik kita. 

Banyak orang yang sering membahas mengenai pahala sedekah dan bagaimana Allah akan melipat gandakan pahala jika kita melakukan sedekah sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah. 

Namun, jarang orang yang mengetahui tentang hal hal yang merusak pahala. Apabila sedekah kita tidak dijaga maka pahalanya akan berkurang, bahkan hilang. Dalam sebuah surah di Al-Qur’an menjelaskan bahwa terdapat dua perbuatan yang membatalkan pahala sedekah, yaitu: 

1. Al-Adza atau menyakiti perasaan penerima sedekah 

Sekarang ini, dimana pun kita dapat menemui orang yang meminta-minta. Tidak hanya dijalanan, tetapi terkadang mereka datang kerumah dengan mengetuk pintu. Bagi beberapa orang, mereka tidak suka jika ada orang lain yang mengetuk pintu karena meminta bantuan, ataupun menghalangi jalan karena ingin meminta-minta. 

Membantu adalah perilaku sosial yang akan mendapakan label baik jika melakukannya dan label buruk jika menolaknya. Hal inilah yang membuat mereka terkadang bingung, karena dilain sisi mereka tidak mau menolong tapi disisi lain mereka harus menolong karena sesuai dengan norma sosial. 

Oleh karena itu, banyak di antara mereka yang menolong tapi dengan hati tidak ikhlas. Hal ini ditunjukkan dengan mukanya yang cemberut, omelan dan kemarahan yang menyertai perilaku menolong itu. Oleh karena itu, mungkin secara tidak sadar hal itu akan menyakiti perasaan penerima sedekah. 

2. Al-Mannu atau mengungkit-ungkit pemberian 

Penyakit yang pertama adalah Al-Mannu ini muncul karena perasaannya yang mengatakan bahwa ia telah berbuat baik. Hal ini membuatnya ingin dihormati dan dipuja atas kebaikannya itu. Bahkan ia telah berpikir bahwa ia telah membantu seseorang dulu, baik ini dan itu. 

Mungkin seseorang tidak akan sadar bahwa ia telah melakukan hal yang merusak pahala. Mereka selalu mengunkit-ungkit pemberian yang telah diberikan kepada orang lain. Apabila hal ini terus dilakukannya maka pahala sedekah akan hilang dan tidak bersisa sedikit pun. 

Oleh karena itu, amalan yang kita berikan akan menjadi sia-sia. Apabila kita telah melakukan suatu kebaikan maka lupakanlah kebaikan yang pernah kita lakukan pada orang lain. Hal ini akan membantu kita untuk mengungkit-ungkit kebaikan kita. 

Sebagai solusi untuk menghindari perasaan atau pikiran tersebut, kita harus menyadari bahwa segala harta yang kita miliki merupakan titipan dari Allah. Hal ini berarti apa yang kita miliki bukanlah milik kita yang sesungguhnya. 

Selain itu, janganlah berfokus pada besarnya pahala saja. Tapi perhatikan juga bagaimana cara untuk menjaga pahala tersebut. Sebuah kebaikan akan menjadi sia-sia jika tidak dijaga. 

Oleh karena itu, kita harus belajar untuk berbuat ikhlas. Mungkin kata ini sangat mudah untuk diucapkan. Tapi, begitu sulit untuk dilakukan.

Sumber: kumpulanmisteri.com

Tidak Membayar Utang Dipenjara Seumur Hidup

Tidak Membayar Utang Dipenjara Seumur Hidup
Salah satu tempat yang paling sering mendapat perhatian para pengunjung atau wisatawan yang berkunjung ke Museum Sejarah Jakarta adalah ruangan yang terdapat di halaman belakang. 

Dulu ruangan-ruangan ini gelap sekali dan ditutup dengan pintu kuat-kuat. Cahaya yang masuk dan sirkulasi udara hanya melalui celah sebuah jendela berteralis tebal. Di sisi-sisi tembok terdapat bola-bola besi untuk merantai para tahanan.

Sebenarnya tempat tahanan terdapat pula di lokasi-lokasi lain. Hanya bukti-bukti fisiknya kurang mendukung. Mungkin dirobohkan dan diganti bangunan baru. Berapa jumlah tahanan ketika itu tidak diketahui pasti.

Ada  berbagai  alasan  mengapa  orang-orang  ditahan di  tempat ini.  Diketahui sampai dengan tahun 1763 orang-orang yang tidak bisa membayar utang ditahan di tempat ini seumur hidup. 

Baru di tahun-tahun berikutnya, lama penahanan diubah menjadi enam tahun. Pada tahun 1778 hukuman kurungan enam tahun ini dirubah lagi bukan untuk orang China, akan tetapi tidak ada data yang akurat dan jelas berapa lama hukumannya.

Pada tahun 1736 di dalam penjara sipil terdapat 64 sandera, 40 tahanan, dan 333 budak. Setelah itu tidak ada lagi berita tentang penjara. Hanya pada tahun 1774 dikatakan di dalam sel penjara masih ditahan 2 sandera, 7 tahanan, dan 23 budak. 

Istilah sandera dimaksudkan untuk orang yang belum membayar pajak. Sementara budak adalah titipan para juragan kaya yang membayar jumlah tertentu kepada sipir penjara.

Soal hukuman, sebenarnya sejak tahun 1602, VOC sudah dibebani pekerjaan untuk menanggulangi hukum dan peraturan. Pada awalnya tidak ada masalah karena yang terlibat hanya pegawai sendiri. 

Namun kemudian Batavia menjelma menjadi sebuah kota yang multi-etnis sehingga membingungkan VOC untuk menerapkan hukum yang mana. Baru pada tahun 1621 diambil keputusan bahwa semua hukuman dan aturan yang berlaku di Kerajaan juga berlaku di Hindia.

Ahli hukum dan Gubernur Jendral Joan Maatsuycker pada tahun 1640 ditugaskan untuk menyusun secara sistematis hukum kolonial. Dia menyatukan semua undang-undang, ordonansi, tradisi, dan aturan. Karya ini dikenal sebagai Bataviasche Ordonnanties (Dari Stadhuis Sampai Museum, 2003).

Menurut undang-undang tersebut, terdakwa yang telah ditangkap akan dimasukkan ke dalam penjara untuk menunggu keputusan. Kalau ada orang yang mengamuk, dia akan dibunuh di tempat. Kalaupun dia ditangkap, akan dihukum dengan mematahkan semua anggota badannya di atas roda.

Undang-undang Belanda menentukan bahwa seseorang hanya dapat dihukum jika dia telah mengaku. Namun untuk memperoleh pengakuan tersebut sering kali terdakwa disiksa terlebih dulu. Dalam balaikota terdapat satu kamar penyiksaan, namun tidak jelas kamar yang mana yang dipakai.

Umumnya orang yang dihukum karena perbuatan kecil, seperti mencuri, memfitnah, mabuk, atau berkelahi. Ada juga yang melanggar aturan VOC seperti tidur pada jam jaga dan tidak bisa hadir tanpa izin. 

Hukuman yang ringan adalah membayar denda. Yang lebih berat yaitu berupa pemecatan, penahanan seluruh gaji, dan pengembalian terdakwa ke Belanda.

Ditulis oleh: Djulianto Susantio, pemerhati sejarah dan budaya

***